Elegy Esok Hari


Satu-satunya hal yang paling tidak saya inginkan di dunia ini adalah menjadi peragu. Mungkin saya lebih baik menjadi pelupa daripada harus menjadi orang yang ragu-ragu, bingung mau memilih jalan yang mana, bimbang menentukan apa yang harus saya lakukan. Begitu juga saat keraguan itu ditambah dengan ketidakstabilan hati dan pikiran. Semuanya membuat bada saya terasa lelah. Pertengkaran kami semalam tidak lain tidak bukan karena aku yang meragukan diriku sendiri akan keberadaan hubungan kami. Dia selalu tahu dimana ia bisa membuatku merasa terpojokkan. I mean tidak menyalahkan tetapi dia selalu mencoba mencari sudut pandang lain. Mungkin dia benar, sebenarnya tidak ada yang salah selama ini. Yang salah hanyalah salah satu pihak belum bisa menerima keadaan. Dan aku seperti pihak yang bersalah itu. Says tidak mengerti mengapa dia bisa begitu menerima keadaan kami yang tidak pernah benar-benar punya waktu bertemu yang sebenarnya. Jawaban dia hanya satu ‘menerima’. 

But how come? Come on, I know we’re not normal, but relationship nggak benar-benar bisa berdiri kalau keduanya pun hanya cuma berkomunikasi via telepon dan tidak bertemu berbulan-bulan. Harus punya stok kepercayaan yang berlebih sepertinya. Again, aku mungkin berlebihan. Hanya saja memang itu yang aku rsaakan. Keberadaan dia yang saya butuhkan pun tidak bisa dipenuhinya. Okay, jarak lagi-lagi berperan. Dan…aahhh should I be patient more than this. Andai saja bisa melepaskan, saya ingin melepasnya, melepas hati saya pergi bersamanya. Tetapi dia sudah sepeti bagian jiwa saya. Saya tahu dia begitu berpendirian dan sulit menyamakan pikiran saya dengannya, tapi dia juga yang membuat pikiran saya lengkap dan menjadi lebih dewasa. Ah, Tuhan inikah yang kau sebut unconditional love. Dimana akal sehat pun sudah tidak bisa berperan lagi dalam hubungan ini. Dimana cinta bukan lagi menjadi dasar kami untuk berjalan. Namun, keyakinan, keikhlasan dan penerimaan tingkat tinggi yang semampunya membuat kami bertahan. Semoga  masih ada banyak waktu untuk saya berpikir bahwa love doesn’t hurt, people do and I don’t wanna hurt anyone, even him, I, or us.

0 komentar:

Posting Komentar