Tak ada habisnya jika ingin mengagumi Indonesia, negara yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke ini menyimpan begitu banyak ragam budaya dan pesona pariwisata yang patut disandingkan dengan Negara lain. Tak hanya pantai, pegunungan, dan hutan-hutanya yang menarik untuk ditelusuri, bahkan sungai-sungainya pun banyak yang menggoda para wisatwan domestik dan mancanegara untuk ikut menyentuhnya. Saya dan teman-teman saya berkesempatan menulusuri dan menjajal liarnya arus sungi Cicatih di Sukabumi saat ber-arung jeram beberapa waktu lalu.
Perjalanan kami mulai dari Jakarta sekitar akhir Juli yang lalu. Tepatnya hari Sabtu pukul 6 pagi saya dan teman-teman kantor sudah diwajibkan berkumpul di lobby kantor untuk bersama-sama berangkat menggunakan bus carteran. Jam 7 pagi bus berangkat menembus lengangnya Jakarta pagi hari menuju Sukabumi. Waktu tempuh hanya sekitar tiga jam. Namun sayangnya, dua jam itu terpaksa bertambah karena sesampainya di daerah pasar Cibadak, Sukabumi, terdapat kemacetan panjang akibat dari banyaknya perbaikan jalan dan pasar tumpah di hari Sabtu. Alhasil perjalanan kami yang tinggal beberapa menit lagi menuju meeting point arung jeram, harus ditempuh dalam waktu 2 jam! Awalnya perkiraan kami jam 10 sudah sampai, kami baru mendarat di meeting point jam 12 siang.
Sesampainya di meeting point Cinutug, kami langsung disambut ramah oleh operator arung jeram yang sudah cukup lama melayani jasa outbond dan water adventure di Sungai Cicatih ini. Tak perlu banyak bertanya apa namanya, saya bisa melihat sebuah plang nama besar di parkiran meeting point bertuliskan RIAM JERAM – WHITE WATER RAFTING. Yup, operatornya bernama Riam Jeram. Denger-denger sih di sungai ini memang cuma ada satu provider arung jeram, makanya mereka bersaing banget sama provider yang ada di sungai yang bermuara yang sama dengan Cicatih, yaitu Sungai Citarik.
Setelah semua peserta berkumpul di meeting point, tim dari Riam Jeram langsung memberikan arahan untuk mengeluarkan semua barang berharga kami mulai dari dompet, handphone, perhiasan dan lain-lain yang berbahaya jika dibawa saat rafting.
Sesampainya di starting point, Bojongkerta, seluruh peserta langsung diarahkan untuk mengambil safety cap, life jacket dan dayung masing-masing. Setelah itu tim Riam Jeram memberikan arahan dan panduan dalam berarung jeram. Peserta dibagi ke dalam beberapa tim dan mendapat satu guide untuk tiap perahu. Sebelum menuju sungai pengarungan seluruh peserta berdoa dan berfoto bersama dulu, cheers!
Perasaan deg-degan seketika menyulubungi hati saya dan ketiga teman setim saya. Apalagi ini baru pertama kalinya rafting. Sebenernya sih enjoy aja soalnya rame-rame tapi tetep aja ngebayangin jeram-jeram nan seram itu bikin saya merinding. Di awal pengarungan, saat sungai masih berair tenang, guide yang bertugas mengendalikan perahu kami selalu mengingatkan kami akan panduan-panduang saat rafting. Seperti ini misalnya:
Maju : dayung mundur, atau dayung ke arah belakang
Mundur: dayung maju, dayung ke arah depan
Putar : dayung memutar
Boom : semua peserta harus dalam posisi duduk di tengah perahu, biasanya ini untuk
mengantisipasi jatuhnya peserta ke dalam air saat melewat jeram yang sangat curam
Pindah kiri/kanan: seluruh peserta pindah duduk ke kiri atau kanan perahu untuk menyeimbangkan perahu saat perahu hendak dimiringkan saat melewati jeram yang mengharuskan perahu berada di posisi miring.
Wuih, banyak banget peraturan-peraturan yang harus saya hapalkan, termasuk harus tetap memegang tali yang ada di pinggiran perahu agar nggak mudah jatuh saat perahu meloncati jeram. Beberapa menit mengarungi sungai yang aliran airnya bersumber dari Gunung Salak dan Gunung Gede Pangrango ini, kami sudah disajikan dengan pemandangan alam yang indah, deretan tebing hijau di kanan kiri sungai membawa kami semua seolah di negeri antah berantah karena posisi tebingnya yang benar-benar seperti benteng. Sesekali kami mendengar suara burung dan kera yang berlompatan dari pohon ke pohon. 15 menit berlalu guide mengingatkan kami untuk bersiap-siap melewati jeram pertama.
Total jeram yang kami lewati di Sungai Cicatih ini ada 20 jeram, dengan tingkat kesulitan 3-4. Dalam arung jeram, tingkat kesulitan terentang dari grade 1 yang paling mudah sampai 6 yang paling sulit. Dipikir-pikir Sungai Cicatih cukup sulit juga kalau gradenya 3-4. Jam demi jam berlalu, kami sudha melewati beberapa jeram yang masih cukup standar sampai dengan jeram ke-10. Nama-nama jeramnyaam pun cukup unik seperti jeram Asmara, Jeram Blender, Jeram Gigi, dan masih banyak lagi yang sulit untuk say hapalkan. Tingkat kesulitan jeram makin tinggi saat memasuki jeram ke 11 – 20. Adrenalin benar-benar terpacu. Bahkansaya bisa merasakan bagaimana dahsyatnya air mengalahkan perahu sampai perahu kami hampir terbalik! Saya pun melihat perahu-perahu dibelakang perahu tim saya mulai tumbang, ada beberapa peserta yang sudah mulai berjatuhan, tapi semuanya tertawa puas dan senang.
2,5 jam berlalu kami menyudahi pengarungan dan kembali untuk makan siang dan berkemas kembali ke Jakarta. Sebuah pengalaman yang tak terlupakan bagi saya bisa mengikuti rafting trip ini. Rasanya 21 km pengarungan masih kurang puas. Hati saya menginginkan jeram yang lebih menakutkan lagi. Bahkan teman-teman saya yang awalnya takut, pada ketagihan pengen coba lagi hehehe....Ya suatu hari saya pasti akan kembali lagi atau mengunjungi sungai lain dengan grade jeram yang lebih tinggi. Satu hal lagi yang bisa didapat setelah mencoba extreme sport ini adalah bagaimana cara mengatasi rasa takut kita.
“Rasa takut bukan untuk ditakuti, tapi untuk dihadapi.”
Dan saya sudah berhasil mengalahkan rasa takut saya sendiri dengan berani mengarungi 20 jeram Sungai Cicatih ini. Bagaimana dengan kalian, yummy readers?
Can’t wait to hear your story. Kindly share your experience here. Ciao in next trip!
0 komentar:
Posting Komentar